Author:: Kurosu Taguchi
Genre:: unknown..
~+~ chapter 2 ~+~
=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=
“Jauh.. Jauh di dalam hatiku aku merasa ada sebuah pintu..pintu itu terkunci rapat.. pintu yang bahkan tidak ku ketahui entah apa isinya.. kapan pintu itu dapat terbuka.. siapa yang dapat membuka pintu itu.. aku tidak tahu.. aku tidak tahu apapun tentang hal itu..”
***
[07:30]
Pagi ini aku berangkat ke sekolah seperti biasa.. sekolah yang sama sekali bukan impianku.. sekolah yang sama sekali tidak ku kenal penghuninya.. aku benci sekolah itu.. hanya satu yang bisa membuatku betah di sekolah itu.. “atap sekolah” atap sekolah itu tidak pernah di datangi murid-murid saat makan siang… karena ada desas-desus tentang tempat itu.
“. . . . . . . . . .” tiba-tiba pikiranku serasa kosong saat aku ingat mimpiku semalam.
“kenapa aku memimpikan kembali Hiroto-kun? Seharusnya dia tidak akan mau melihatku lagi, bahkan dalam mimpi sekalipun.. karena dia membenciku… karena akulah yang telah membunuh Hiroto-kun… akulah yang membuatnya meninggal malam itu.. seharusnya dia membenciku…”
***
[3 tahun yang lalu]
“yuka-chaaan!!!” Hiroto-kun tertawa riang saat memanggil namaku.
“eeeh? Hiroto-kun? Ada apa?” tanyaku heran
“aku mau mengajakmu ke festival kembang api!”
“benarkah? Kyaa~ terimakasih!” jawabku dengan cepat.
Malam itu ada festival kembang api yang di adakan setahun sekali di kota kami. Aku sangat menyukai festival, dan juga kembang api yang terlihat jelas di malam hari. Betapa indahnya bunga api yang bersinar di malam hari. Aku pun ingin menjadi seperti itu, seperti bunga yang bersinar dan menyinari hati seseorang yang gelap. Nyatanya, malah diriku yang selalu bergantung kepada Hiroto-kun. Dialah cahaya satu-satunya yang ku miliki. Hanya saat bersamanya aku bisa merasa bahwa diriku ini sama dengan yang lain.
“yuka-chan~ ini!” hiroto-kun tersenyum sambil memberiku sebuah ringo ame.
“kyaa! Terimakasih!” jawabku segera.
“ngh.. ayo pulang! Festival kembang api sudah selesai dan aku tidak mau bibi marah karena aku membawamu keluar begitu lama.”
“u.. un! ”aku pun segera bangkit dari tempat dudukku.
“ayo!”
Hiroto-kun menarik tanganku dan menggenggam erat tanganku. Aku pun membalas genggaman tangannya, entah mengapa tiba-tiba rasa takut itu muncul dalam benakku. Tiba-tiba saja aku merasa aku akan kehilangan Hiroto-kun kalau aku melepas genggaman tangannya. Akupun menggenggam tangannya lebih erat.
“hng? Kenapa?” tanya Hiroto-kun dengan wajah polosnya.
“uhm.. tidak apa-apa… aku hanya… merasa takut…”
“takut apa? hantu? Tenang saja, sekarang masih belum saatnya festival obon dimana hantu-hantu berkumpul” Hiroto-kun sedikit mengejek.
“bu.. bukan itu… aku.. hanya takut kau menghilang…” kataku pelan.
“heee?? Dasar bodoh! Bagaimana mungkin aku menghilang? Apa kau melihatku sebagai seorang ninja?” katanya mengejekku.
“bukan begitu… aku … hanya merasa takut saja… siapapun tidak bisa tau kapan mereka akan meninggal,kan?”
“hm.. benar… tapi tenang saja… masalah itu masih jauh… aku ada disini bersamamu, kan?” Hiroto-kun tersenyum. Senyum yang lagi-lagi membuat perasaanku nyaman. Namun entah kenapa aku tetap merasa cemas.
“iya..” aku berusaha membalas senyuman Hiroto-kun yang tertuju padaku.
Malam itu bulan terlihat begitu indah. Cahayanya terlihat begitu indah dan menentramkan hati dan juga… terlihat sedih… kami berjalan menyusuri tepian sungai yang membiarkan cahaya bulan membias dengan indah di permukaannya.
“aduh!!” aku tersandung sebuah batu dan terjatuh.. membuat ringo ame yang ku pegang dang sebelah geta yang kupakai jatuh ke dalam sungai.
“kau tidak apa-apa?” tanya Hiroto-kun yang terlihat mencemaskan diriku.
“aah~! Geta-ku! Ibu akan marah jika aku menghilangkannya..” kataku.
“haha.. tenang saja, aku akan membawakan kembali geta-mu yang terjatuh itu. Tunggulah sebentar disini..” jawabnya cepat sambil menertawakan diriku yang terlihat begitu panik.
“tapi… sungai ini arusnya deras… bahaya…”
“haha.. tenang saja… aku tidak akan lama mengambil geta-mu yang terlepas itu..” katanya sambil tertawa.
“tapi…”
“sudahlah…” tanpa basa-basi lagi Hiroto-kun segera masuk ke dalam sungai itu.
Sungai itu tidak begitu dalam, hanya saja arusnya memang deras. Dengan cekatan tangannya sudah meraba-raba sisi-sisi sungai untuk mencari geta-ku yang terlepas itu.
“Hiroto-kun… hati-hati…” teriakku.
“tenang sajaaa…” jawabnya cepat.
Tiba-tiba saja hiroto-kun kehilangan keseimbangannya, dan tercebur ke dalam sungai. Akupun berusaha menghampirinya. Tapi kuurungkan niatku saat melihat ada darah yang mengalir dari kepala Hiroto-kun. Untuk sesaat kaki ku terasa lemas dan airmata ku mengalir… hingga akhirnya aku memaksakan kaki ku untuk berlari mencari bantuan..
“SESEORANG!! TOLONG!! HIROTO-KUN…!! DIA TENGGELAM DI SUNGAI!! TOLONG!! TOLONG!!”
Aku benar-benar tidak tau harus berbuat apa. aku terus teriak berharap seseorang yang lebih dewasa datang untuk menolong Hiroto-kun. Hingga akhirnya ada seorang paman datang menghampiriku dan menolong Hiroto-kun.
~krieeeet~
Suara itu berasal dari sebuah pintu ruang UGD di rumah sakit. Ruangan dimana Hiroto-kun di bawa. Entah sudah berapa lama banyak sekali perawat yang mondar-mandir keluar-masuk ruangan itu. Sampai tiga jam kemudian seorang dokter keluar…
“do.. dokter! Bagaimana keadaan Hiroto anak saya? Dia tidak apa-apa kan?” wanita ini adalah ibu dari Hiroto-kun. Ibu Hiroto-kun sangat baik, selalu bersikap tenang, baru kali ini aku melihatnya begitu panik.
“hm.. maaf… saya sudah melakukan semua yang saya bisa namun oendarahan di kepalanya tidak bisa di cegah. Malam ini adalah saat kritis baginya. Dia sudah sadar, kalian bisa menemuinya. Tapi tolong bersikap tenang.” Dokter menjelaskan dengan seksama dan berusaha menenangkan ibu Hiroto-kun.
***
“Hiroto! Hiroto! Kau baik-baik saja, nak? Apa ada yang terasa sakit?”
“i… bu… yuka.. chan… dimana…?” suaranya lirih.
“Hiroto-kun! Yuka-chan ada disini! Bagaimana rasanya? Apa badan mu terasa sakit?” timpalnya lagi.
“tinggalkan.. aku dan yuka-chan… kumohon…”
“tapi…”
“ibu… kumohon…”
“baiklah..”
ibu Hiroto-kun pergi keluar ruangan dan meninggalkan aku dan Hiroto-kun berdua saja. Aku hanya terdiam. Rasanya begitu sedih dan tidak percaya.. aku tidak bisa mengeluarkan airmataku.
“yuka… chan?”
“…………” Aku hanya terdiam mendengar suaranya.
“ne.. Yuka-chan..?” tanyanya lagi.
“hiroto-kun…” aku tidak tahu harus berkata apa. aku hanya bisa terdiam sambil menatap Hiroto-kun yang tergeletak lemah di atas tempat tidur.
“kenapa melihatku begitu? Jelek sekali… haha… berhenti menatapku seperti itu…”
“hiroto-kun… maaf…”
“kenapa minta maaf? Bodoh… aku tidak apa-apa…” katanya sambil tersenyum ke arahku.
“tapi… andai aku tidak terjatuh dan menjatuhkan geta-ku,,, kau tidak akan mengalami kecelakaan seperti ini…”
“bodoh… aku sudah bilang tidak apa-apa… jangan menyalahkan dirimu sendiri seperti itu…”
Tiba-tiba airmataku mengalir dengan derasnya. Aku merasa begitu bersalah saat melihat keadaan Hiroto-ku yang sekarang.
“hiks… aku… maaf…”
“bo~doh! Aku sudah bilang, kan? tampangku jelek sekali saat sedang menangis…”
“tapi…”
“sudahlah… entah mengapa aku merasa lelah sekali sekarang… Yuka-chan… maaf aku tidak bisa membantumu mencarikan geta-mu.. nanti setelah aku keluar dari rumah sakit aku akan menemanimu meminta maaf kepada bibi..dan ringo ame-mu.. pasti akan ku belikan kembali saat ada festival…”
“……………” aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku sambil menggenggam erat tangan Hiroto-kun.
“……………” Hiroto-kun hanya tersenyum saat melihatku pada waktu itu.
Aku menggenggam tangan Hiroto-kun lebih erat, dan airmata tetap mengalir dengan r=derasnya di wajahku.
“yuka-chan… maaf…”
“……………” lagi-lagi aku hanya menggelengkan kepalaku karena tidak tahu harus berkata apa. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan akan kehilangan Hiroto-kun saat itu.
“……………” hiroto-ku tersenyum kembali dan meneteskan airmata… sampai akhirnya suaranya tidak terdengar lagi.
“ne..? Hiroto-kun?” aku terkejut… pertama kali kukira dia hanya tertidur… namun setelah berkali-kalli kupanggil dan dia tidak bengun juga..akhirnya aku paham… Hiroto-kun telah meninggal…
“hiroto-kun! Hiroto-kun! Hiroto-kun!” aku terus memanggil namanya sambil mengguncang-guncang badannya, aku terus memanggil namanya sampai akhirnya semua orang yang berada di luar ruangan masuk karena berisiknya suaraku.
“Hiroto-kun … HIROTO-KUN!!!”
dalam sekejap saja airmataku mengalir lebih deras. Rasanya hari itu adalah hari yang paling menyedihkan yang pernah ku alami. Rasanya aku tidak pernah membayangkan akan kehilangan Hiroto-kun… baru saja kami bermain bersama… tertawa bersama… menghabiskan waktu yang kami miliki… tapi sekarang aku harus menerima kenyataan bahwa dia sudah tiada.. bahwa dia sudah meninggal dan harus meninggalkanku untuk selamanya… aku tidak pernah membayangkan akan kehilangan orang satu-satunya yang paling kusayangi melebihi diriku sendiri di dunia ini.
“kenapa? Kenapa ini harus terjadi pada Hiroto-kun? Tuhan… kenapa kau tidak membiarkan Hiroto-kun hidup lebih lama? Kenapa kau membiarkan hal ini terjadi kepadanya? Kenapa? Kenapa hal inni harus terjadi kepada satu-satunya orang yang berharga bagiku?”